Seri SOBAT - Semua Orang Bisa Hebat - Artikel #026
Tahap Sengit merupakan tahap transisi yang kritis, dan mungkin menjadi masa tersulit dalam tahap-tahap kehidupan tim. Setiap anggota mempunyai ide sendiri-sendiri bagaimana proses kerja mesti dilakukan, dan agenda-agenda pribadi tampak merajalela. Dari sini akan terjadi banyak benturan dan mereka kemudian mulai menyadari bahwa tugas-tugas yang dihadapi ternyata berbeda dan lebih sulit dari yang semula dibayangkan.
Ketidaksabaran terhadap kemajuan tim yang lamban juga memberi andil memicu anggota tim saling beradu argumentasi tentang tindakan apa yang harus diambil oleh tim. Mereka biasanya mencoba bersandar hanya pada pengalaman pribadi atau pengalaman profesional masing-masing, dan cenderung bekerja dengan caranya sendiri. Melalui sikap, gerak dan bahasa tubuh, tampak bahwa mereka menolak bekerjasama dengan anggota tim yang lain.
Beberapa perasaan dan perilaku yang jamak terjadi dalam tahap Sengit antara lain:
Menolak tugas
Menolak saran perbaikan yang diberikan oleh anggota lain
Fluktuasi sikap yang tajam terhadap tim dan peluang suksesnya
Perbantahan diantara anggota tim bahkan saat mereka setuju pada isu-isu nyata
Defensif, kompetisi dan berpihak
Mempertanyakan kebijaksanaan orang yang memilih tugas dan menunjuk anggota lain untuk mengerjakannya.
Menetapkan target yang tidak relistis
Tidak menyatu, menimbulkan ketegangan dan irihati.
Tekanan-tekanan diatas menyebabkan anggota tim hanya memiliki sedikit energi untuk dipakai bekerja memajukan tim. Namun begitu, mereka menjadi mulai mengerti dan memahami satu sama lain.
Friksi bukanlah hal yang (selalu) berarti negatif atau kemunduran, tetapi sering merupakan suatu indikasi bahwa para angota tim memiliki komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan. Dalam masyarakat kita friksi tidak selalu muncul dipermukaan secara nyata dan frontal karena karakter manusia Indonesia yang pada umumnya menghindari konflik (conflict avoider), terutama kaum pria. Dalam hal ini tidak tampaknya konflik bukan berarti tiadanya komitmen. Namun ketidak-terbukaan friksi dapat menghambat proses menuju tim yang kompak.
Untuk dapat membangun tim yang berkelanjutan jalan hidupnya, diperlukan kepiawaian dalam mengelola konflik, dan memanfaatkannya untuk memacu maupun memicu semangat anggota. Konflik yang dikelola secara baik akan menjadi konflik yang sehat, yang bermanfaat dalam membawa cara berpikir baru, menghadirkan inovasi baru dan pertumbuhan, serta memberikan lebih banyak opsi maupun alternatif.
Beberapa tips sebagai pegangan saat menangani perbedaan pendapat para anggota tim dalam tahap storming ini antara lain :
• Pisahkan antara orangnya dengan masalah
• Fokus pada maksudnya (interest), bukan pada posisi orang
• Kembangkan opsi-opsi solusi
Perlu juga diperhatikan beberapa jebakan yang dapat menghambat dalam mengembangkan opsi-opsi solusi, berikut ini :
• Menilai dan menolak secara prematur usulan orang lain
• Mencari satu jawaban terbaik saja
• Membatasi skope dan visi pada bidang tertentu saja
• Hanya memperhatikan interest sendiri
Kegagalan mengatasi storming akan berakibat fatal bagi kemajuan tim. Namun demikian, bila anggota tim telah menjiwai dan terampil menggunakan 3 nilai dasar sebagaimana dijelaskan pada artikel terdahulu, maka storming menjadi mudah dilalui berkat nilai integritas, kedewasaan, serta mental berkelimpah-ruahan yang telah menjiwai para anggota tim.
Kini tim anda siap melangkah menikmati fase kedua dalam perkembangan kehidupan tim menuju tim berkinerja hebat.