Pengertian Tim Versus Grup

Seri SOBAT - Semua Orang Bisa Hebat - Artikel #008

Hampir setiap organisasi mempunyai kelompok-kelompok kerja dan menyebutnya sebagai tim semisal tim khusus X, tim antar fungsi, task force, tim pemecahan masalah Y, komite Z dan sejenisnya, tetapi biasanya hasil kerja mereka diperoleh dari kumpulan dari kontribusi-kontribusi individual. Disini, hasil kerja yang demikian bukanlah termasuk dalam konsep sebuah tim. Dalam konsep ini, tim memperoleh hasil kerja dari usaha bersama (collective effort) yang padu dalam kesatuan kerja.




Katzenbach dan Smith mendefinisikan tim sebagai “Sekelompok kecil orang dengan keterampilan yang saling melengkapi yang berkomitmen untuk maksud bersama (common purpose), menghasilkan tujuan-tujuan, dan pendekatan bersama dimana mereka mengikatkan diri dalam kebersamaan tanggung jawab (mutually accountable)”.

Kelompok kecil adalah kelompok dengan jumlah anggota berkisar antara 2 hingga 25 orang. Jumlah anggota antara 5 sampai dengan 9 orang dinilai optimal dan dapat dikelola dengan baik. Apabila jumlah anggota lebih dari 9 orang, komunikasi cenderung menjadi terpusat (centralized) karena para anggota tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk saling berbicara atau berinteraksi. Diperlukan waktu dan usaha ekstra untuk membangun komunikasi yang baik.

Keterampilan yang saling melengkapi akan menyediakan kemungkinan terciptanya sinergi karena tim memiliki peluang untuk mengkombinasikan beragam ide dan keterampilan yang tersedia. Bila sekelompok orang itu hanya membentuk diri sebagai kumpulan para individu, akan terbentuk apa yang biasa disebut sebagai cacat bawaan sebuah tim yakni kelompok para pemikir yang akan membatasi munculnya banyak ide yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara kreatif.

Maksud bersama merupakan motor penggerak sebuah tim. Sebuah tim harus mengembangkan dan menetapkan maksud dan tujuannya. Maksud itu hendaknya bermakna dan dimiliki oleh setiap anggota, baik sebagai individu maupun kesatuan kelompok. Tim hendaknya secara teratur meninjau ulang maksud dan tujuaannya agar tetap relevan dengan perkembangan tim. Yang perlu diwaspadai adalah adanya agenda-agenda tersembunyi, yang dapat menghalangi perubahan sebuah kelompok menjadi tim. Motivasi dan emosi dari pemilik agenda tersembunyi biasanya tidak tampak di permukaan, tersembunyi di balik meja diskusi.

Menghasilkan tujuan-tujuan merupakan kekuatan yang mendorong dan menggerakkan sebuah tim. Tujuan-tujuan yang spesifik hendaknya ditetapkan, dikerjakan dan dievalusai selama proses tim bekerja. Hasil-hasil yang diperoleh akan menjadi small wins atau sukses-sukses kecil yang pantas disyukuri dan dirayakan demi menjaga dan membangkitkan semangat.

Pendekatan bersama adalah cara para anggota tim menyepakati bagaimana mereka akan kerja dalam satu kesatuan. Biasanya sebuah tim akan menetapkan aturan main tertentu yang menggaris-bawahi perilaku-perilaku yang diharapkan dari para anggotanya agar dapat bergerak bersama dalam irama dan semangat tertentu.

Kebersamaan tanggung jawab adalah aspek terakhir dalam kerjasama tim harus dikembangkan, yakni berbagi tanggung jawab dan rasa kepemilikan terhadap hasil yang dicapai.

Tim vs Grup.

Terdapat sejumlah faktor yang secara gamblang membedakan tim dengan kelompok atau grup, antara lain:

1. Peran dan Tanggung Jawab. Di dalam grup, individu menetapkan dan menempatkan perilaku tertentu di dalam garis organisasi yang disebut peran. Peran seseorang akan menentukan bentuk hubungannya dengan orang lain. Peran, di dalam grup, sering menjadi sumber kebingungan dan terjadinya konflik. Dilain pihak, tim membangun pemahaman bersama bagaimana para anggota mewujudkan peran mereka seperti antara lain, leader, pengumpul informasi, fasilitator, pengawas waktu, pencatat dan sebagainya, dalam menyelesaikan secara bersama sebuah tugas pekerjaan.

2. Identitas. Tim memiliki identitas yang kuat, sedangkan grup tidak, karena lebih untuk keperluan administratif saja.. Tim mermerlukan identitas karena hampir tidak mungkin membangun rasa keterikatan, yang merupakan karakter sebuah tim, tanpa hal yang mendasar ini. Tim memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang membuat tim ‘berjalan’ dan mengapa itu penting. Di dalam tim tergambar jelas apa yang ingin dicapai oleh tim, dan norma atau nilai-nilai apa yang menjadi panduan geraknya. Di dalam grup semua itu telah diatur dalam sistem dan prosedur baku.

3. Kohesi. Tim memiliki esprit yang menunjukkan rasa keterikatan dan kekerabatan. Esprit adalah semangat, jiwa, dan hati dari sebuah tim. Di dalam tim terdapat kesadaran yang tinggi dari para anggotanya untuk mengidentifikasi diri mereka dengan tim dan merasa menjadi bagian dari tim. Individu akan memulai dengan kata “kita” bukan “saya” dalam percakapan dan diskusi. Di dalam grup, ‘saya’ dijadikan hal yang penting untuk menunjukkan eksistensi maupun unjuk kerja pribadi sesuai deskripsi kerja yang menjadi dasar pengukuran prestasi yang bersangkutan.

4.Fasilitasi. Di dalam grup terdapat kecenderungan terjadinya kelambanan, kemacetan, bahkan terhentinya proses kerja karena hal-hal yang sepele. Tanyakan kepada diri anda sendiri, “Berapa banyak waktu yang terbuang percuma dalam rapat-rapat yang anda ikuti?” Tim menggunakan fasilitator untuk menjaga agar tim tetap dalam langkah yang pasti.

5. Komunikasi. Bila pada grup para anggota hanya memusatkan perhatiannya pada diri mereka sendiri sebagai pemegang peran tunggal tertentu, pada tim tidak demikian. Anggota tim memusatkan perhatiannya kepada tim secara utuh, kepada anggota yang lain, sehingga di dalam tim terbentuk komitmen untuk berkomunikasi secara terbuka. Anggota tim dapat merasakan bahwa mereka bisa menyatakan opini, pikiran maupun perasaan mereka tanpa rasa takut. Mendengarkan dinilai sebagai hal yang penting di dalam tim, sepenting berbicara. Perbedaan pendapat sangat dihargai dan metoda-metoda mengelola konflik dipahami. Melalui umpan balik yang penuh perhatian dan tulus, para anggota menyadarai kekuatan dan kelemahan mereka sebagai anggota sebuah tim. Didalam tim terdapat atmosfir saling percaya dan menerima, serta rasa menjadi satu komunitas.

6. Fleksibilitas. Grup biasanya bersifat rigid atau kaku dalam tugas dan pekerjaannya. Segalanya telah diatur dalam sistem dan prosedur baku, karena sifat pekerjaannya yang relatif rutin. Sebaliknya tim menjaga agar selalu memiliki fleksibilitas dan adaptabilitas yang tinggi untuk mengerjakan berbagai tugas dan fungsi yang berbeda sesuai situasi dan kebutuhan. Tanggung jawab atas perkembangan tim serta kepemimpinan di dalam tim dibagi bersama. Kekuatan setiap anggota tim diketahui dan dipergunakan sebaik-baiknya.

7. Moral. Sifat pekerjaan yang rutin membuat individu di dalam grup bekerja berdasarkan standar yang ada. Mereka tidak memiliki antusiasme tinggi untuk hal-hal seperti itu. Dilain pihak, para anggota tim merasa antusias terhadap pekerjaan tim dan setiap orang merasa bangga menjadi anggotanya. Semangat pada tim tinggi.

Bila sebuah grup ingin berubah menjadi sebuah tim yang berhasil, maka grup ini harus memiliki kemampuan menciptakan hasil kerja yang tinggi dan para anggotanya mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi dalam bekerja bersama orang lain.

NEXT TOPICS

  • Berpikir 'DAN' bukan 'ATAU'
  • Berpikir Induktif
  • Berpikir Ekstrapolatif
  • Mental KERE
  • Kompromi Bukanlah Win-Win
  • Gagal itu juga Sukses!
  • Tujuan Nan Takkan Pernah Gagal
  • QUIZ Sobat
  • Konsep WEIJI
  • Jangan Menghormati PERBEDAAN!

Very Inspiring Video

Recent Comments