Seri SOBAT - Semua Orang Bisa Hebat - Artikel #032
“Pengecut takkan menyunting puteri jelita”
HIG
Apa yang terjadi dengan para manager kita?
Outdoor assignment sore itu tampaknya lebih sulit dan lebih kompleks lagi. Cukup banyak informasi yang harus diperhatikan dengan seksama dan tidak sedikit yang tersamar secara implisit di dalam rangkaian kata-kata atau kalimat yang memang disusun sedemikian rupa. Disamping alat-alat bantu yang minim, waktu yang diberikan juga sangat terbatas. Tambahan pula banyak larangan-larangan yang menyulitkan dan menuntut konsentrasi penuh sepanjang penugasan, semisal tidak diperbolehkan berbicara pada segmen-segmen tertentu, tidak boleh memegang dua alat bantu sekaligus, dan banyak lagi tidak boleh ini dan itu. Setiap pelanggaran yang terjadi akan dikenakan penalti berupa denda, dalam hal ini bentuknya pemotongan nilai.
Setelah dua tiga kali membaca informasi tentang tugas itu muncul banyak pertanyaan dari para anggota Team Kuning, mula-mula mereka saling bertanya namun karena jawaban rekan mereka tidak memuaskan, mereka lalu mengalihkannya kepada instruktur lapangan yang bertugas.
“Oke, saya akan menjelaskan sekali lagi sekaligus saya akan memberikan aturan tambahannya. Harap memperhatikan dengan baik karena setelah penjelasan ini bila ada pertanyaan kepada saya atas nama team, setiap pertanyaan akan dikenakan biaya Rp.10.000,- berupa pemotongan nilai. Diluar itu pertanyaan tidak akan dilayani”, sang instruktur menjawab dengan nada pasti.
“Wah, matre kali nih ye!”, ledek seorang anggota, maksudnya sangat materialistis. Sang instruktur hanya nyengir ramah.
Setelah penjelasan diberikan makin banyak komentar maupun pertanyaan dilontarkan diantara mereka. Team berdiskusi dengan serunya.
“Boleh nggak ya, setelah melewati rintangan itu kita kembali lagi?”
“Nggak tahu, udah gue baca dalam tulisan juga nggak disebutkan.”
“Gimana kalo kita tanya sama instruktur?”
“Jangan! Ntar kena denda lho!”
“Ya udah, jalani saja dulu. Siapa tahu boleh. Daripada musti keluar biaya?”
Di tempat terpisah, keadaan serupa terjadi dengan team Biru. Mereka sibuk mendiskusikan masalah waktu yang terbatas disatu pihak versus di lain sisi nilai yang bisa direngkuh sebanyak-banyaknya. Persoalan menjadi dilematis karena ada segmen tugas yang dapat dilakukan berkali-kali dan memberikan nilai tinggi setiap kali menyelesaikannya, tetapi setelah itu mereka dihadapkan pada segmen sulit yang bisa menjadi bottle neck yang menghambat penyelesaian tugas secara utuh.
“Menurut gue, kita lakukan berkali-kali di segmen itu biar nilainya banyak”
“Tapi kita bakal kehabisan waktu, bakal nggak selesai semua lho.”
“Betul, mana bonus kecepatannya gede lagi!”
“Juga nilai kalo bisa selesai, besar tuh.”
“Tapi kan belum tentu bisa selesai, wong setelah itu ada bottle neck-nya. Ngabisin waktu juga tuh disitu, iya nggak? Yang pasti-pasti saja deh..”
Di ujung lain, team Merah bergulat dengan persoalan keyakinan mampu tidaknya beberapa anggota melewati rintangan yang menuntut kemampuan fisik tertentu. Tampak raut muka pesimis dan tidak yakin menghiasi wajah sebagian anggota team itu.
“Aduh, nggak mungkin menang nih. Team kita banyak wanitanya, mana kelas berat lagi?” ,cetus sang ketua team.
“Iya nih! Saya rasa saya bakal nggak bisa melewati rintangan itu. Lha, saya ini kan Setu Legi alias setengah tuwo lemu ginuk-ginuk…”, sahut seorang ibu merujuk dirinya yang sudah setengah umur dan berbadan gemuk bergimbal-gimbal, sambil tertawa berusaha menutupi keresahannya. Setu Legi dalam bahasa Jawa juga berarti hari Sabtu yang jatuh pada hari pasar Legi. Yang lain tertawa kecut.
“Saya juga nih, kalo musti mengerjakan yang kecil-kecil dan perlu ketelitian pasti nggak bisa.”
“Yah, apa boleh buat…”
Selepas tugas lapangan itu, ternyata ketiga team tampaknya tidak berhasil menyelesaikan tugas masing-masing dengan baik. Wajah-wajah kecewa berbaur dengan rasa penasaran , menyesal, geram, serta berbagai ekspresi ketidak puasan terpancar gamblang. Dengan lesu mereka memasuki kelas untuk mengevaluasi penyebab kegagalan mereka.
Ternyata, ada unsur lain yang memegang peranan sangat penting dalam mewujudkan kinerja yang hebat. Orientasi berpikir terhadap hasil akhir, ketakutan atau kecemasan terhadap denda, serta keyakinan diri terbukti sangat besar pengaruhya dalam pencapaian hasil secara keseluruhan. Unsur-unsur itu berkaitan erat dengan nyali sebuah team yang terbangun dari nyali para anggotanya.
Nyali sebuah team berkaitan dengan cara pandang, cara berpikir atau cara bersikap team terhadap peluang dan terhadap hambatan. Team yang bernyali besar memiliki cara pandang yang lebih berorientasi kepada peluang dibandingkan ketakutannya terhadap hambatan yang akan dialami. Mereka senantiasa berpikir untuk meraih hasil sebesar-besarnya, bersikap berani dan optimistis serta berusaha mencari alternatif-alternatif solusi yang kreatif, lebih dari pada perhatiannya pada hambatan. Mereka berani mengambil resiko dan tidak takut sekalipun harus ‘melanggar’ ketentuan dan siap menanggung penalti sebagai konsekwensinya.
Sebaliknya untuk team yang bernyali kerdil. Fokus perhatiannya lebih tertuju kepada resiko dan hambatan yang harus dihindari atau dieliminasi. Mereka cenderung takut kehilangan miliknya yang sudah ada daripada godaan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Mereka cenderung mencari aman, menghindari denda, dan taat terhadap ketentuan bukan karena kesadaran melainkan lebih dipicu oleh ketakutannya terkena penalti.
Profil sebuah team dilihat dari orientasinya terhadap peluang dan hambatan, sering digambarkan sebagai berikut :
Jaring labah-labah diatas dapat dijadikan radar untuk melihat orientasi sebuah team terhadap peluang dan hambatan, sekaligus digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil kerja team. Semakin besar orientasi team terhadap aspek-aspek diatas semakin besar pula angka pada skala diberikan. Setelah kelima aspek diberikan angka skalanya dan ditarik garis yang menghubungkan masing-masing titik, kita dapat melihat gambaran visual besaran cara pandang positif (orientasi pada hasil, optimisme serta orientasi alternatif) dengan cara pandang negatif ( fokus pada resiko dan fokus terhadap waktu). Berbagai penelitian dan pengalaman empiris kita sendiri menunjukkan adanya tingkat korelasi yang tinggi antara kedua cara pandang itu dengan kinerja team. Cara pandang yang positif (orientasi pada peluang) akan lebih memungkinkan memberikan hasil yang positif juga, sedangkan cara pandang negatif (orientasi pada kendala) cenderung membawa hasil yang kurang memuaskan.
Cara pandang diatas menganjurkan kita untuk membuat perimbangan antara semangat untuk mengejar peluang dengan kehati-hatian terhadap resiko ataupun kendala yang dimiliki. Kita diingatkan untuk tidak lupa mempertimbangkan kendala yang dihadapi tetapi jangan sampai pula kendala mematikan penglihatan terhadap peluang.