Don Kisot, Ksatria Salah Jaman

Seri SOBAT - Semua Orang Bisa Hebat - Artikel #004

Siang itu serombongan manajer dari sebuah perusahaan sedang berargumen di dalam sebuah bus mewah, dalam perjalanan mereka menuju sebuah tempat pelatihan outbound di kawasan yang terpencil dari keramaian kota.

“Lagi-lagi pelatihan teamwork! Kita khan sudah tahu teori dan praktek kerjasama dalam tim. Ngapain sih?”, keluh Johan, manajer produksi.

“Iya tuh, orang-orang Pemasaran kami selalu bekerja dalam tim setiap kali melakukan gebrakan pasar. Buang-buang waktu aja nih!”, sergah Anton yang manajer Pemasaran sembari melirik Berno sang manajer HRD.

Suasana menjadi riuh manakala hampir setiap orang melontarkan pendapat masing-masing. Sebagian besar mempertanyakan manfaat pelatihan kali ini yang bagi banyak diantara mereka telah sekian kali mendengar ceramah, mengikuti seminar atau membaca berbagai buku dan tulisan tentang kerjasama tim. Bahkan sejak SD-pun sudah dianjurkan untuk bekerjasama, gotong-royong istilahnya.

“Kali, ada yang baru ..?,” sela Sumi sambil menutup matanya bersiap untuk tidur-tidur ayam.

Komentar yang agak positif ini, walaupun diucapkan dengan nada sedikit negatif, mendorong Berno sang manajer HRD yang sejak tadi senyum-senyum kecut berani membuka suara.

“Tenang, calm down-lah”, ia memulai. “Para Direksi memutuskan untuk melakukan training kali ini karena menilai hasil kerja kita masih biasa-biasa saja. Kinerja perusahaan secara keseluruhan memang masih laba tetapi dinilai tidak spektakuler. Yah, kira-kira sama saja dengan pesaing-pesaing kita. Standar saja gitu loh!” katanya menarik napas.

“Emangnya apa yang salah dengan teamwork kita?”, tanya Edi.

“Emangnya gampang cari untung di jaman susah begini?’, timpal yang lain.

“Emangnya kita kurang kerja keras?”

“Emangnya dengan dana hanya sedikit kita bisa spektakuler?”

“Emangnya dengan SDM terbatas bisa hebat?”

“Emangnya dengan gaji kurang (besar) kita bisa kerja optimal?”

“Emangnya Gua Pikirin…..?”





Don Kisot

Segudang ‘emangnya’ menjadi isu sentral diskusi yang riuh itu hingga mereka sampai di tujuan pada petang hari. Kata yang aslinya berasal dari ‘memangnya’ itu kini menjadi pegangan bagi para manajer untuk merujuk pada alasan atas kinerja mereka yang biasa-biasa saja. Emangnya telah menjadi jargon sakti untuk mengesahkan segala tindakan yang telah dilakukan. Emangnya bahkan telah pula menjadi perisai - yang awalnya sebatas sebagai pembenaran atas hasil kerja yang biasa-biasa saja - pembenaran atas hasil kerja yang buruk sekalipun.

Boleh dikata Emangnya telah menjadi baju zirah tebal bagi Don Kisot (Don Quissotte), sang ksatria salah jaman, yang mengira dapat melindungi dirinya dari tajamnya pedang lawan tetapi sesungguhnya menjadi penghalang baginya untuk bergerak bebas. Dia merasa aman, meski tidak nyaman, dibalik kurungan baju besi itu kendati gerakannya menjadi terbatas dan terbata-bata.

Baju zirah yang dipergunakan para manajer itu senyatanya tidak menjamin keamanan dirinya. Dengan meyakini gerakannya yang terbatas, dia bertindak sebatas apa adanya, sebatas yang diijinkan oleh sang baju untuk bermanuver, sebatas standar prosedur yang sudah ada. Hasilnya tentu terbatas dan standar juga. Dan dengan hasil yang standar saja, perusahaan akan sulit bersaing memenangkan pangsa pasar. Sementara itu di tempat lain, apabila pesaing mampu keluar dari belenggu kenyamanan mereka atau tidak menggunakan baju zirah sama sekali sebelumnya, maka mereka pasti akan memenangkan pertempuran ini. Don Kisot, sang ksatria, niscaya akan terlindas dan terlibas oleh kegesitan gerak lawan. Dia akan mati dalam baju zirahnya yang dingin, berat dan kaku

Hillon I. Goa
Dari Buku: Semua Orang Bisa Hebat (Grasindo,2007)

NEXT TOPICS

  • Berpikir 'DAN' bukan 'ATAU'
  • Berpikir Induktif
  • Berpikir Ekstrapolatif
  • Mental KERE
  • Kompromi Bukanlah Win-Win
  • Gagal itu juga Sukses!
  • Tujuan Nan Takkan Pernah Gagal
  • QUIZ Sobat
  • Konsep WEIJI
  • Jangan Menghormati PERBEDAAN!

Very Inspiring Video

Recent Comments